Pada bulan Maret 1898 seorang Misionaris dari Cina, Uskup Francesco Fogolla, tiba di Biara Fransiskan dari Annunziata di Parma. Bersama dia terdapat lima orang pemuda Cina yang gaya dan daya tarik mereka sebagai orang Timur menarik perhatian setiap orang. Fogolla sendiri, yang berjanggut putih panjang dan berperawakan anggun, dengan perilakunya yang lemah lembut dan kisah-kisah petualangan kerasulannya di Cina, segera saja memikat perhatian dan gairah siswa-siswa muda seminari Conforti. Sedemikian hebatnya ia merangsang imajinasi mereka dan membangkitkan semangat petualangan mereka, sehingga bahkan Pater Caio Rastelli dan diakon Odoardo manini mengajukan permohonan untuk dikirim ke Cina.
Permohonan mereka mungkin dipandang sebagai dorongan gairah belaka, dan karena itu, lebih baik diabaikan saja. Bagaiamana conforti dapat mengurus seminarinya tanpa bantuan imam satu-satunya yang ia miliki, yang bukan sekedar seorang pendukung pribadi baginya melainkan juga pemimpin komunitasnya yang kecil itu? Tambahan pula, bukankah suatu resiko besar mengirim seorang muda seperti Manini ke tempat yang begitu jauh dan ke negara yang penuh dengan bahaya? Dan bukan itu saja, apakah gerangan konsekuensi-konsekuensinya mengizinkan para misionarisnya bekerja pada seorang uskup lain di dalam wilayahnya? Bukankah ini nantinya dapat menyebabkan Serikat itu melepaskan tuntutan untuk memiliki wilayah misi sendiri di masa mendatang?
Conforti bergumul dengan keberatan-keberatan ini. Semuanya itu membebani pikiran dan hatinya. Tetapi sedikit demi sedikit pertimbangan-pertimbangan lain menjadi lebih kuat. Tidak mungkinkah melihat di dalam peristiwa-peristiwa ini Penyelenggaraan Ilahi yang menuntun putra-putranya ke Cina, yang begitu dirindukan oleh Santo Fransiskus Xaverius pada saat-saat menjelang ajalnya? Bagaimana pula dengan kesempatan yang ada untuk mempercayakan para misionarisnya kepada Gregorio grassi, rekan kerja Fogolla, seorang uskup misionaris yang suci dan Vikaris Apostolik Provinsi Shan-Si selatan? Akan adakah kesempatan lain yang lebih baik? Kedua uskup ini pastilah akan mengurus mereka dengan perhatian seorang bapa dan bila tiba waktunya yang tepat mungkin akan memberikan kepada mereka wilayah sendiri. Pertimbangan-pertimbangan tersebut, ditambah desakan kedua anggotanya, mendorong Conforti untuk membicarakan perkara itu dengan Kardinal Prefek Kongregasi Suci untuk Penyebaran Iman. Mula-mula beliau agak enggan, tetapi akhirnya menyetujuinya juga. Ketika Serikat itu ditingkatkan statusnya menjadi sebuah serikat misionaris religius diosesan oleh Ukup magani pada tanggal 3 Desember 1898, kedua calon misionaris itu mengikrarkan kaul kemiskinan, kemurnian, ketaatan disertai janji untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada karya misi. Sejak hari itu serikat ini dikenal secara resmi sebagai “Serikat Misionaris Santo Fransiskus Xaverius untuk karya Misi di Luar Negeri.”
Beberapa bulan kemudian, pada tanggal 4 Maret 1899, kepada kedua misionaris yang akan berangkat itu diserahi salib missioner sebagai lambang perutusan mereka kepada rakyat Cina. Upacara yang mengandung saat-saat yang mengharukan itu dihadiri banyak orang. Itulah pertama kalinya kota Parma melepaskan putra-putranya yang berangkat ke negeri yang misterius dan berbahaya di kawasan Timur. Dengan perasaan rindu bercampur gairah akan petualangan, rombongan pertama ‘rajawali-rajawali muda Injil’ itu bertolak menuju Cina.
Bersambung…
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar Anda di sini. Terima kasih dan Tuhan memberkati Anda selalu